Tragedi Ayam Goreng Hisana

Hellow Oktober, nggak kerasa tiba-tiba udah Oktober aja. Masih segar di ingatan kalau di tulisan sebelum ini aku men-challenge diri sendiri untuk menulis setiap hari di bulan September. Tapi kenyataannya, hari demi hari di bulan September berlalu, hanya satu tulisan yang terposting wkwkwk. Ini nambah deretan challenge yang ku buat dan tak pernah bisa ku selesaikan. Sesusah itu istiqomah/konsisten, makanya aku tak pernah mempermasalahkan orang-orang yang tak konsisten karena aku pun begitu ahahaha. Niat yang kuat ternyata tak cukup untuk melaksanakan sebuah challenge, ternyata harus didukung oleh kondisi badan yang sehat wal afiat. Entah kenapa beberapa bulan terakhir aku jadi mudah sakit-sakitan, sakit perut dan kepala. Sakit kepala paling mengganggu karena aku bisa sampai mual-mual dan muntah-muntah. Kenapa ya badan ini? Kayaknya faktor usia kali ya, apa iya udah sejompo itu? Kayaknya nggak juga deh. Something wrong sih sama badan ini tapi aku juga belum tau dan belum siap untuk tahu. Kalau browsing di google si yang keluar penyakitnya ngeri-ngeri banget, malah makin bikin overthinking. Kayaknya sih masuk angin ya, pernah kan kalian pusing kepala bagian belakang terus kerasa sampe ke mata. Bikin susah tidur terus diikuti rasa mual dan kadang sampe muntah juga. Ini sih paling menyiksa, ketika kalian tidur tapi nggak nyenyak, bangun-bangun malah makin pusing. ya gitu lah, back to main topic.

                Malam ini aku mau cerita kejadian yang kalau diinget-inget konyol banget si, parah. Sesuai judulnya, cerita ini mengenai ayam goreng hisana. Kalian tahu ayam goreng hisana kan ya? Sejenis fried chicken KFC gitu tapi versi murahnya. Ayam hisana ini termasuk jajaran ayam KW KFC yang enak si menurutku. Garing dan bumbunya meresap sampe ke dalem. Jadi, lumayan buat makan ayam goreng enak tapi murah. Suatu malam, tiba-tiba aku kabita (read: kepengen banget) ayam hisana soalnya males mikir makanan lain, yang enak dan simple aja dah. Jatuhlah pilihan ke ayam goreng hisana karena deket kosan juga. Ku belilah ayam goreng dada tampa nasi, setelah ku bayar ku lanjutkan perjalanan ke alfamidi. Sesampainya di parkiran alfamidi, ku parkir motor dan ku putuskan untuk masuk tanpa membawa si ayam goreng hisana yang sudah aku beli tadi. Ku cantolin aja di motor. Ku lihat suasana alfamidi lagi padet dan rieweuh karena ada barang datang, jadi ada mobil box yang bawa barang dagangan gitu dan beberapa pegawai berbaris untuk mengeluarkan barang-barang itu. Ku pilih barang-barang yang ingin ku beli, setelah selesai ku bawa ke motor dan ku buka jok motor untuk naruh barang belanjaan karena aku lupa bawa tas belanjaan dan ogah banget beli tas belanjaan baru.

                Pas nyampe motor, kaget lah aku karena ayam goreng hisanaku udah hilang, lenyap tak berbekas. Ku masukkan semua barang dan ku bergumam dalam hati,

-ah… ayam goreng doang, udah ikhlasin aja-. Tapi sudut hatiku yang lain berbisik,

-ih,,, parah banget, ini bukan masalah ayam gorengnya ya, tapi kamu udah didzalimin dan diambil haknya-.  Aku merasa terbakar emosi mendengar bisikan hatiku yang kedua, lantas ku putuskan untuk bertanya pada abang tukang parkir,

“pak, lihat barang saya nggak di sini? Tadi saya bawa barang dan sekarang udah nggak ada” tanyaku. Sengaja tak ku sebutkan kalau barang yang ku maksud adalah ayam goreng karena aku tak mau disepelekan –ah elah, ayam goreng doang.

“nggak ada mbak, dari tadi emang nggak ada barang apa-apa” jawab si abang tukang parkir.

Tak puas dengan jawabannya, kembali ku bertanya,

“masa sih pak nggak ada, saya bawa barang tadi ke sini, saya taruh di sini” kataku sambal menunjuk cantolan di motor.

“udah.. udah… daripada ribet, mending lihat di CCTV, kan itu ada CCTV” sela seorang pegawai alfamidi yang sedang menurunkan barang di dekat mobil box.

                Karena sudah kadung basah, ku terusin aja saran si pegawai alfamidi. Walaupun hatiku yang lain berbisik, -emang perlu sejauh ini ya? Kan Cuma ayam goreng-. Tapi tetap saja ku masuk kembali ke alfamidi, nyamperin pegawai yang sedang berdiri di meja kasir,

“mas, saya boleh lihat CCTV nggak mas? Saya barusan bawa barang, terus saya taruh di motor dan belanja. Eh pas keluar, barang saya udah nggak ada” kataku panjang lebar.

“emang barangnya apa mbak? Udah ditanyain ke tukang parkirnya nggak? Kan di sana ada tukang parkir” jawab di mas-mas alfamidi. Kayaknya dia rada ogah-ogahan mau buka CCTV nya soalnya emang kondisi alfamidi lagi rame dan rieweuh.

“udah saya tanya mas, katanya nggak ada barang. Makanya saya mau lihat rekaman CCTV di bagian pojok saja” kataku sambal menunjuk pojok parkir.

“sebentar ya mbak” jawab si mas-masnya sambil menuju meja computer, ku perhatikan si sambil ogah-ogahan karena memang si masnya lagi nggak fokus soalnya sambil ngecekin stok barang sepertinya.

                Ketak-ketik, buka folder ini itu, akhirnya sampailah pada kesimpulan yang sangat mengecewakan,

“mohon maaf mbak, ini CCTV yang bagian pojok ternyata ga nyimpen rekamannya. Udah beberapa hari memang sedang trouble” kata si mas nya.

“oh… nggak bisa, ya udah kalau gitu” jawabku dengan ketus dan rasa kecewa yang amat sangat karena aku tuh selama ini pelanggan setia alfamidi. Sungguh sangat tidak professional –bisikku dalam hati. Akhirnya ku putuskan untuk pulang saja dan menyerah dengan si ayam goreng hisana –ah elah, ayam goreng doang.

                Ku kembali ke parkiran dan ditanya sama si pegawai yang tadi menyarankanku untuk lihat CCTV dan ku jawab nggak bisa CCTV nya. Aku kembali bertanya ke abang tukang parkir,

“pak, beneran nggak ada ya? Saya tadi bawa barang lho” tanyaku memastikan.

“iya mbak nggak ada, dari tadi saya di sini memang nggak ada barang” jawab abang tukang parkir.

                Ku putuskan untuk ku sudahi saja perdebatan ini dan kembali ku perhatikan abang tukang parkir dengan tato di lengannya,

“jangan… jangan…” bisikku dalam hati, bersuudzan pada si abang tukang parkir. Ku mundurkan motor sambil dibantu abang tukang parkir dan langsung ku tancap gas tanpa mengucapkan terimakasih padahal aku tak pernah tak mengucapkannya karena aku udah terlanjur kezel. Aku tak membayar uang parkir karena memang di alfamidi ini bebas parkir.

                Di perjalanan pulang ku putuskan untuk kembali membeli ayam goreng hisana karena masih lapar, gapapa lah beli lagi. Sebelum sampai di hisana, ku sempat terbesit untuk mendoakan yang nggak nggak untuk tersangka yang mengambil ayam goreng hisanaku,

“semoga yang ngambil ayam goreng hisanaku….” Bisikku dalam hati tampa bisa ku teruskan,

“eh… bentar-bentar, gimana kalau ternyata ayam gorengnya ketinggalan” bersamaan dengan gumamanku itu, sampailah aku di hisana. Pandanganku langsung tertuju pada sebungkus ayam goreng di meja kasir tempatku membayar tadi. Langsung ku bergegas dan bertanya,

“mas, ini ayam goreng saya ya”

“iya mbak, ini ayam goreng yang mbak beli tadi, dada kan ya?” tanya mas-mas hisana memastikan.

“iya mas, tadi lupa ternyata nggak dibawa” jawabku.

                MAKJREEEENGGGGG…. Hahahaaha. Udah bikin kehebohan dan huru hara di alfamidi, suudzan ke abang tukang parkir, dan ternyata tersangkanya diriku sendiri wkwkwk. Aku merasa bersalah banget sama abang tukang parkir dan para pegawai alfamidi yang ku recokin. Ya Allah, untungnya CCTV nya lagi trouble ya, jadinya aibku masih tertutup. Terimakasih ya Allah, coba kalau CCTV nya berfungsi, bisa malu banget kan kalau pas dilihat ternyata aku emang nggak bawa apa-apa. Astaghfirullahaladzim, apa aku udah sepikun itu ya. Apa ada korelasinya ya rasa pusing yang sering ku rasakan sama sifat pelupaku yang makin menjadi-jadi. Semoga nggak ya, ini kan hal yang biasa terjadi nggak sih? Kalian juga pasti pernah kan ya. Aku sih berkali kali kayak gini tapi ini yang terkocak sih karena bikin HUEBOH. Pas nulis ini kau masih nggak habis fikir sih kenapa bisa mengalami hal konyol kayak gini. Hikmahnya adalah kalau beli sesuatu, pas bayar di kasir barangnya dipegang jangan ditaruh soalnya probabilitas untuk lupa bawa akan semakin besar. Gitu aja sih… jangan lupa bahagia ya teman-teman. Gapapa sesekali mengalami hal konyol karena memang hidup terkadang nggak perlu seserius itu wkwkwk #mencariPembenaran.

Semua Masih Belajar

Halo September, bulan –ber pertama di tahun 2022 yang biasanya jadi pertanda bahwa sebentar lagi kita akan ber-becek-becek ria. Yup betul, musim penghujan sebentar lagi akan bertandang. Tapi, belum ada tanda-tanda sih, sama kayak kamu yang belum ada tanda-tanda kapan mau bertamu. Kamu,,, iya,,, kamu wkwkwk. Ketika banyak orang di twitter bilang ‘wakes me up when September ends’, aku malah mau menantang diriku untuk menghidupkan bulan September ini dengan menulis setiap hari. Karena tanpa aku sadari, ternyata sudah berbulan-bulan lamanya blog ini terbengkalai tanpa ada postingan. Tak ada postingan, tak ada kunjungan, blog nya jadi sepi tanpa interaksi. Mungkin aku terlalu sibuk di dunia nyata sampai lupa bercerita lewat kata-kata #eaaa.

                Sibuk sih nggak ya tapi emang nggak dimasukin prioritas aja, dan emang nulis bagiku itu amat sangat bergantung pada kondisi mood. Makanya, pengen gitu seproduktif dulu, nulis satu tulisan setiap hari. Ceritain aja, apa gitu yang terjadi hari itu. Terlihat mudah ya tapi konsisten itu memang sesulit itu tau. Berarti aku hebat ya, aku masih lho konsisten kagum sama kamu sedari dulu wkwkwk. Ini mau kemana sih sebenarnya. Back to topic.

                Percaya nggak sih kalau hidup dan kehidupan itu sebenarnya adalah pembelajaran. Iya… semuanya masih belajar… semuanya… semua orang. Tidak ada satu pun orang yang tahu secara pasti rumus hidup dan kehidupan itu seperti apa. Hidup itu terlalu banyak variablenya, jadi variasinya jadi banyak banget. Makanya, ketika orang tua terlalu strick mengarahkan dan menyetir kehidupan anaknya agar sama atau sesuai dengan yang mereka alami atau teori yang mereka percaya, ya nggak bisa. Soalnya kan, viariblenya udah beda, variasinya udah pasti bakalan beda juga. Formula yang dulu mungkin di mereka berlaku, di masa anak-anak mereka mungkin sudah nggak berlaku. Bukannya kepatuhan yang didapatkan, malah bantahan yang sering muncul karena memang masanya sudah berbeda. Biarkan anak-anak belajar, karena sejatinya semua masih belajar. Bahkan orang tua pun sebenarnya masih belajar juga. Jadi ingat ucapan ustadzku dulu ‘belajar itu sepanjang hayat, akan berakhir ketika di liang lahat’. Aku dulu mengartikan kata ‘belajar’ di kalimat ini sebagai belajar mata pelajaran di sekolah lantas kemudian ujian dan mendapatkan nilai. Tapi ternyata belajar yang dimaksud adalah belajar yang maknanya lebih luas, belajar mengenai hidup dan kehidupan. Karena ya balik lagi, setiap hari adalah proses belajar dan pembelajaran.

                Jadi sekarang aku ngurang-ngurangin tuh judging orang yang melakukan kesalahan dari sudut pandang menyalahkan, karena semuanya masih belajar. Tapi ingat, setiap kesalahan yang kita lakukan harusnya kita mendapatkan pembelajaran. Kalau salahnya berulang-ulang, entah kitanya yang apes atau memang kita nggak belajar dari kesalahan itu. Mari sama-sama belajar untuk kehidupan di masa depan. Aku, kamu, dan kita semua masih belajar. Kalau kamu mau nggak belajar bareng sama aku, kamu… iya kamu… #eaaa.        

Take a Break or Break up?

Sebagai seorang penggemar drama korea, aku cukup mahir memahami kisah cinta yang rumit dan penuh drama. Tapi tidak pernah membayangkan akan sedekat ini menjadi pemerhati kisah cinta yang bisa dibilang penuh lika liku drama. Bagaimana tidak, hubungan mereka sudah hampir mencapai 1 dekade, spesifiknya memasuki tahun kesembilan. Bukan waktu yang sebentar bukan? Sangat tidak sebentar. Menjalin hubungan dengan seseorang dengan masa selama itu, rasa-rasanya sangat lebih dari cukup untuk saling mengenal luar dalam. Mulai dari sifat, kepribadian, prinsip, dan tetek bengek lainnya. Melihat interaksi mereka saja, bisa ku rasakan bagaimana bahasa tubuh keduanya menunjukkan rasa cinta dan sayang tanpa perlu diucapkan. Ah,,, entah bagaimana membayangkan bahagianya menjalin hubungan dengan rasa yang saling tertaut satu dengan yang lain. Tapi terkadang apa yang kita lihat bukan gambaran seutuhnya dari sebuah perjalanan cinta. Aku lupa bahwa cinta sudah satu paket dengan kebahagiaan dan kesedihan yang menyertainya. Kisah kali ini tentang Awan dan pacarnya, Cia.

“hubunganku dan Cia sedang tidak baik-baik saja” katanya si Awan suatu sore di kantor.

“HAAAAH? Kenapa?” jawabku dan temanku Lia, secara bersamaan.

“iya, lagi complicated. Tapi aku belum bisa cerita penyebabnya. Nanti aku cerita kalau udah siap” jawabnya menahan kelu.

                Aku dan Lia benar-benar tak bisa menahan rasa kaget mendengar berita yang Awan sampaikan barusan. Bagaimana tidak, hubungan mereka sudah selama, sedekat, seintens, dan seakur itu. Darimana ceritanya bisa jadi begitu rumit hingga mereka harus memutuskan untuk sejenak stagnan. Aku bisa menahan diri untuk tak bertanya penyebabnya apa, tapi tak bisa menahan diri untuk tidak menerka-nerka, masalah seperti apa yang bisa membuat hubungan mereka menjadi se-complicated itu.

                Selang beberapa hari, akhirnya jebol juga pertahanan si Awan untuk tak bercerita padaku dan Lia.

“Aku cerita aja deh ke kalian penyebab hubunganku dan Cia menjadi serumit sekarang” katanya mengawali percakapan.

“Sebagai awalan, sebenarnya aku dan Cia udah putus bulan kemarin, di tanggal jadian kita” ceritanya kemudian.

“HAAAAH???” makin terkaget-kagetlah aku dan Lia. Bahkan untuk putus pun si Awan dan Cia memilih tanggal spesial wkwkwk.

                Akar permasalahan hubungan mereka adalah karena trigger dari orang luar yang notabene tak pernah ada dalam benak mereka berdua. Benar-benar outsider yang tiba-tiba saja bikin onar. Tak pernah mereka bayangkan akan mendapatkan huru hara dari seseorang yang bahkan keberadaannya hanya sebatas mereka tahu dia ada, tidak lebih dari itu. Namanya Sali.

Kronologinya seperti ini, mamanya si Awan dan si Sali bersahat sudah sangat lama. Selayaknya sahabat lama, terbesitlah keinginan keduanya untuk menjodohkan anak mereka berdua yang kebetulan seumuran. Awan satu tahun lebih tua dibandingkan Sali, komposisi umur yang sempurna bukan? Tapi kan perasaan bukan hanya persoalan umur, masih banyak hal lain yang perlu dipertimbangkan. Si Awan dan si Sali selalu sekolah di tempat yang sama mulai dari SD hingga kuliah, entah sebuah kebetulan atau kesengajaan. Si Awan mempunyai karir yang sangat bagus baik dari akademis maupun organisasi, tak heran banyak yang menyukainya. Tak menutup kemungkinan si Sali juga demikian. Hubungan mama Awan dan Sali yang sangat dekat ternyata tidak berbanding lurus dengan hubungan anak-anak mereka. Awan hanya sebatas tahu, bahwa ada anak sahabat mamanya yang bernama Sali, tidak lebih dari itu. Memasuki dunia perkuliah, bertemulah si Awan dan si Cia dan terjalinlah hubungan yang hampir 1 dekade itu.

Tahun depan hubungan mereka akan benar-benar menjadi 1 dekade dan si Awan berniat untuk menikahi si Cia. Tiba-tiba datanglah si Sali dengan perkara yang membuat hubungan Cia dan mama Awan menjadi tidak baik-baik saja. Mamanya si Awan memberitahu si Awan untuk menasehati si Cia agar berhenti menyebar gossip mengenai si Sali. Gossip yang disebar si Cia katanya bahkan telah didengar oleh teman sekator dan atasan si Sali yang tentunya sangat merugikan si Sali. Isi gossip tersebut adalah si Sali telah merebut si Awan dari si Cia. Itulah informasi yang didapatkan mamanya si Awan dari mamanya si Sali. Kalian masih ngerti kan jalan ceritanya? Bahkan aku yang nyusun cerita masih suka lieur saking kusutnya nih cerita. Repot emang kalau hubungan sudah terlalu banyak yang ikut campur. Kalau masih paham ku lanjutin dulu ya wkwkwk.

Si Cia yang nggak ngerti apa-apa terkaget kaget dong dengan tuduhan itu. Bagaimana nggak, tahu keberadaan si Sali dimana dan kerja dimana aja dia nggak tahu. Gimana ceritanya mau nyebar gossip sampe ke teman-teman sekantor dan atasannya denger. Akhirnya si Awan menyampaikan ke mamanya bahwa tuduhan dari mamanya si Sali sama sekali tidak benar. Untuk membuktikannya, akhirnya si Awan mencari contact si Sali dan menghubunginya secara langsung. Agar lebih clear, si Awan melakukan panggilan secara konferensi untuk 3 orang, Awan, Cia, dan Sali.

Berlangsunglah proses mediasi antara keduanya. Dimulai dengan Cia yang mengonfirmasi terkait isu yang beredar, apakah benar ada orang yang menyampaikan ke Sali bahwa Cia telah mencoreng nama baik Sali hingga sampai ke teman-teman kantor dan atasannya. Si Sali menyanggah pernyataan si Cia, bukan di kantor tetapi di circle pertemanannya. Dia malah balik bertanya dengan nada nyolot, apakah benar si Cia telah menyebarkan rumor tersebut. Si Cia menjawab,

“aku lho nggak pernah punya perasaan jelek dan benci ke kamu, buat apa aku ngejelek-jelekin nama kamu. Aku cuma sekali kesel sama kamu karena mama kamu ngadu ke mama Awan tentang aku. Itu aja, selebihnya aku nggak ada masalah sama kamu” jawab Cia.

“tapi kenapa kamu nyebar-nyebarin gossip kalau aku ngejar-ngejar si Awan. Padahal lho yang ngejar-ngejar aku itu si Awan dan nggak pernah aku tanggepin. Mamanya juga sering ngejodoh-jodohin aku sama Awan tapi dengan tegas aku bilang nggak mau” jawan si Sali.

                Mendengar pernyataan si Sali, si Awan terkaget-kaget. Begitu pun denganku dan Lia yang mendengar ceritanya. Sampai-sampai aku konfirmasi ke si Awan,

“emang kamu beneran ngejar-ngejar si Sali?” tanyaku

“ya enggak laaaaah” jawab si Awan.

                Sepertinya si Sali ini agak delusi ya orangnya. Kenapa dia bisa berasumsi kalau si Awan ngejar-ngejar dia ya. Padahal contact dia aja, si awan baru nyari pas ada masalah ini. Ngejar-ngejar dari mana yang dia maksud? Aku ditunjukkan rekaman percakapan si Sali dan Cia, berkali-kali aku menggeleng gelengkan kepala karena kehaluan si Sali. Ada ya orang kayak gini wkwkwk. Puncak dari tragedy ini, si Sali update story Instagram dan menjelek-jelekkan si Awan, Cia, dan mamanya dengan kata-kata yang sangat kasar. Si Awan mengultimatum si Sali untuk menghapus story tersebut atau si Awan akan membawanya ke jalur hukum. Si Sali bersedia menghapus story-nya dengan syarat si Awan mau menghapus rekaman percakapan Cia dan Sali tempo hari. Tentunya si Awan ogah dan benar-benar akan membawa perkara ini ke ranah hukum. Akhirnya si Sali menyerah dan menghapus story-nya.

                After effect dari kejadian ini adalah kekecewaan yang Cia rasakan terhadap mamanya si Awan karena lebih percaya pada cerita karangan si Sali daripada Cia. Padahal mama awan pernah bilang kalau dia menganggap Cia seperti anaknya sendiri. Tapi, orang tua mana yang lebih percaya pada perkataan anak orang lain dibandingkan anaknya sendiri. Rasa kecewa yang cukup dalam inilah yang membuat hubungan mama Awan dan Cia menjadi renggang dan tidak baik-baik saja.

                Permasalahan besar selanjutnya adalah terkait rencana pernikahan yang tahun depan akan mereka laksanakan. Penghalangnya adalah perbedaan agama. Tentu tembok penghalang yang satu ini adalah batasan yang tidak bisa ditolerir oleh sebagian orang, tetapi tidak demikian dengan si Awan. Di awal menjalin hubungan dengan Cia, dia sudah berjanji untuk mengikuti keyakinan Cia. Baginya semua agama baik sehingga berpindah ke agama lain hanyalah berpindah sarana untuk mendekatkan diri dengan tuhan, beda kendaraan dan caranya saja. Tentu ini pemahaman si Awan ya, tidak bermaksud untuk menyulut perdebatan. Urusan agama adalah urusan yang sangat privasi bukan? Setiap orang punya versi masing-masing untuk mengartikannya. Lantas apa masalahnya? Bukannya si Awan sudah tak masalah untuk berpindah keyakinan? Nah, justru di sinilah masalahnya.

                Pernikahan kan bukan hanya sebatas kita dan pasangan kita tetapi juga menyangkut bersatunya dua keluarga. Ketika si Awan merasa tak masalah untuk berpindah keyakinan, mamanya si Awan yang keberatan dengan keputusannya. Mamanya merasa tidak perlu lah pindah agama, toh masih bisa kan menikah beda agama (dengan syarat dan ketentuan berlaku tentunya). Ibunya masih tidak rela jika anaknya berbeda kayakinan dengannya karena beliau merasa akan semakin jauh dengan anaknya. Si Awan menyampaikan keberatan mamanya kepada si Cia, tetapi si Cia merasa si Awan tidak komitmen dengan janjinya di awal. Bukannya laki-laki yang dipegang itu omongannya? Kenapa harus ada janji kalau memang tidak bisa ditepati?

                Perpaduan dua masalah ini yang membuat hubungan mereka akhirnya mereka berdua sepakati untuk disudahi saja, disudahi di tanggal hubungan itu dimulai. Sungguh miris. Masalah awal adalah pemantik masalah lanjutan dan si Cia merasa ke depannya akan banyak masalah-masalah semacam ini yang akan membuat hubungan mereka malah justru akan semakin memburuk. Si Awan menceritakan cerita ini dengan menahan air mata, mau nangis tapi ditahan. Pernah nggak si kalian di posisi ini? Nyesek banget kan rasanya. Ternyata penurunan berat si Awan bukan semata-mata karena terdaftarnya dia sebagai member di sebuah gym tetapi karena hubungannya dengan Cia yang sedang rumit. Diet terbaik memang patah sih kata orang-orang. Soalnya menguras pikiran dan perasaan, bahkan si Awan sering mengalami insomnia dan banyak pikiran. Mau nggak mau jadi turun berat badan. Hal yang tak henti-hentinya mengganggu pikiran si Awan adalah terkait pernyataan Cia ketika mereka sedang deep talk terkait permasalahan yang mereka alami,

“Aku bahkan nggak tahu, perasaanku ke kamu sekarang itu seperti apa” ungkap si Cia.

                Gimana nggak overthinking si Awan mendengar kalimat sejenis itu. Apakah memang perasaan Cia ke Awan sudah tak seperti dulu lagi, atau mungkin dia lagi emosi, atau mungkin salah satu bentuk protes dia terhadap sikap Awan yang tak kunjung mengambil langkah tegas terhadap hubungan mereka. Kesimpulan dari cerita ini adalah mereka memutuskan untuk break up. Menurut kalian apakah ini keputusan yang terbaik? Kalau aku pribadi lebih memilih break sih ya. Sayang aja gitu soalnya hubungannya udah kadung lama. Tapi kan aku hanya pemerhati dari luar ya, nggak tahu secara keseluruhan kisah mereka. Semoga yang terbaik aja deh buat Awan dan Cia, bisa aja kan ini cobaan menjelang pernikahan. Bener banget si, menjalin sebuah hubungan memang akan ada aja masalah. Tapi, apapaun masalahnya, minumnya the botol sosro #apasih wkwkwkwk.

Heaven is Not Final Destination

Hi… udah lama pake banget nggak nulis di sini. Postingan terakhir di tanggal 25 Februari 2021 dan sekarang udah 21 Agustus 2021. Artinya sudah ada 6 bulan terlewati dan 177 hari ku lalui tanpa berbagi cerita di sini. Padahal pasti banyak banget pengalaman dan hikmah berharga yang seharusnya layak untuk diangkat menjadi cerita yang bisa dibagi. Ya mau gimana lagi, terkadang memaksakan diri untuk menulis di saat nggak kepengen tuh malah jadinya tulisannya nggak ada ruh, jadi nggak gue banget gitu wkwkwk. Tapi sekalinya nurutin mood, malah kebablasan nggak nulis sampe selama ini. Mumpung lagi adaan nih mood nya, yuk mari nulis sesuatu yang agak serius sedikit.

                Hari ini sebenarnya bertepatan dengan hari ke-30, hari dimana aku mulai untuk jalan kaki pagi yang tujuan utamanya sebenarnya untuk menghindarkanku dari tidur lagi abis sholat subuh. Aku mulai jalan kaki itu tanggal 21 juli 2021 dan sekarang 21 agustus 2021 (lebih dari 30 hari si sebenarnya). Selama rentang tanggal itu sebenarnya ada beberapa hari dimana aku nggak jalan kaki karena beberapa alasan. Pertama, tiap aku pulang ke rumah pas weekend, aku bakalan jadi pegawai ibuku untuk bikin rengginang dan kedua karena siklus bulanan yang membuatku banyak rebahan saja karena sakit. Aku nggak nyangka sih bisa sekonsisten ini soalnya godaan kasur abis sholat subuh tuh biasanya tak bisa ku abaikan, pasti bakalan tergoda. Tapi ternyata aku bisa. Kuncinya adalah LAKUKAN. Nggak usah banyak mikir, lakuin aja. Oya, tipsnya lagi biar nggak ngantuk abis sholat subuh, pas ambil wudhu langsung sikat gigi. Kan jadi semriwing tuh mulut, biasanya jadi menyebar ke mata yang bikin kita nggak ngantuk lagi. Cara ini efektif banget buatku.

                Berhubung jalan kakinya sendirian, ku putuskan untuk mendengarkan podcast biar nggak garing gitu jalannya. Dengerin podcast bikin kita kayak ada temen jalan padahal jomblo wkwkwk. Platform yang ku pilih adalah spotify. Bejibun kan tuh pilihan podcastnya, ku cari-cari akhirnya dapet tuh yang paling familiar dan sepertinya bahasannya bakalan insightful nih. Siapa lagi kalau bukan PORD (podcast Raditya Dika). Aku banyak mendapat insight dari bahasan bang Radit (sok akrab banget ye) di setiap podcastnya. Bahasannya mayoritas mengenai finance dan perencanaan keuangan yang bikin aku melek tentang financial walapun dari sekian banyak saran yang beliau sampaikan, belum ada satu pun yang ku jalankan. Soalnya belum stabil aja nih pendapatan wkwkwk. Ada kali ya semingguan lebih dengerin PORD, walaupun insightful tapi bosen juga perlu variasi. Akhirnya hari berikutnya ku putuskan buat dengerin lagu aja. Oya, satu hal lagi yang aku kagumi dari bang Radit adalah dia itu sangat sangat produktif orangnya dan visioner. Makanya nggak heran setiap karyanya bisa diterima khalayak ramai. Dia juga jago banget story telling, dia bener-bener punya magis yang bisa bikin orang lain mau dan suka dengerin dia cerita dalam waktu yang lama. Nggak kerasa aja gitu ternyata aku udah dengerin dia ngomong mulai dari berangkat jalan sampe pulang lagi. Yang itu sekitar 1 – 2 jam-an. Mantep banget. Padahal gue pas presentasi, buat ngebikin orang dengerin aku lima menit aja kayaknya susah banget wkwkwk. Aku baru sadar sih pentingnya kemampuan story telling buat masa depan, entah itu pendidikan, pekerjaan, maupun percintaan. Karena emang semuanya butuh untuk dikomunikasikan dan story telling adalah kuncinya.

                Bahasanku kali ini bukan tentang bang Radit sih karena nggak akan ada habisnya kalau ngomongin kehebatan beliau. Nah, disela-sela keinginanku untuk mencari variasi podcast yang mau ku dengerin. Entah hidayah darimana, akhirnya ku putuskan untuk mencari bahasan mengenai agama. Tapi kepengen yang bahasannya agak beda gitu, bukan yang biasanya ku dengerin. Akhirnya berlabuhlah pada sebuah podcast yang judulnya ‘kajian islami, ngaji filsafat’, mantep kan judulnya. Pembicaranya adalah Dr. Fahrudin Faiz, S.Ag M.Ag. Pas dengerin aku langsung suka banget dan hampir semua episode udah diputer. Bahasan pertama yang ku putar dan sukses bikin aku jatuh hati adalah yang judulnya ‘ciri cinta sejati itu ikhlas’. Ini nih linknya, biar kalian bisa dengerin juga,

https://open.spotify.com/episode/1YTQLA7LBECciAP10ObErg?si=wegQ-FPvSBuoNM4tcK1u6Q

                Isi dari podcast inilah yang mengilhamiku untuk menulis judul tulisan ini, heaven is not final destination. Ustadz Fachrudin memberikan analogi yang sangat bisa diterima oleh orang awam sekalipun terkait keberadaan surga dan neraka yang Allah ciptakan. Surga tak lebih hanyalah sekedar ‘iming-iming’ belaka untuk membimbing umat manusia menuju tujuan yang lebih besar namun abstrak, tak bisa manusia bayangkan karena keterbatasan yang dimiliki. Tujuan utama kita hidup adalah mendapatkan ridho dari Allah SWT, ketika ridho telah didapat maka surga adalah kepastian yang akan diperoleh. Yup benar, final destination nya adalah ridho Allah. Analogi yang beliau berikan adalah sebagaimana cinta seorang ibu kepada anaknya yang tidak pernah mengharapkan imbalan. Seorang ibu akan mengiming-imingi anaknya sebuah sepatu baru dengan syarat anaknya harus belajar dengan rajin. Sang anak tentunya akan termotivasi untuk rajin belajar untuk mendapatkan sepatu, padahal sebenarnya tujuan akhirnya bukan sepatu melainkan sang anak akan menjadi pintar dan mudah baginya mengarungi hidup ke depannya. Tentunya menjadi pintar tak bisa membuat seorang anak termotivasi untuk belajar, karena menjadi pintar adalah hal yang abstrak. Motivasi akan lebih mudah diperoleh ketika rewardnya adalah hal yang konkret. Iming-iming sepatu adalah bentuk konkret agar si anak termotivasi padahal tujuan si ibu lebih dari itu. Itulah bentuk cinta yang ikhlas dari seorang ibu kepada anaknya. Ketika menjadi pintar telah didapatkan oleh si anak, maka tak hanya sepatu yang dia dapatkan bahkan lebih dari itu, yaitu masa depan yang cerah.

Begitu pula Allah kepada umatnya, maka tak salah ketika ku tuliskan bahwa heaven is not final destination. Adanya surga dan neraka adalah bentuk kasih sayang dan cinta Allah pada umatnya. Surga adalah iming-iming agar kita termotivasi untuk senantiasa melakukan perintah-Nya yang nantinya akan semakin mendekatkan kita pada ridho-Nya, sedangkan neraka adalah bentuk iming-iming agar kita tetap berada di dalam koridor dan tidak melanggar larangannya untuk menuju ridho-Nya. Tak apa sekarang motivasinya surga karena memang bukan perkara mudah untuk semata-mata tujuannya karena mengharap ridho-Nya. Semuanya butuh proses dan insyaAllah lambat laun kita akan menuju ke sana. Aamiin.

30 Fakta tentang Diri Sendiri

Tema hari kedelapanbelas mengenai Thirty Facts about Myself. Wah… udah kayak idol-idol aja ya nulisin 30 fakta yang perlu diketahui. Soalnya aku sering baca artikel tentang 30 hal yang perlu kamu ketahui tentang seorang idol. Salut banget sih sama penulisnya karena bisa tahu detail tentang orang lain. Eh tapi emang lebih mudah nggak sih nulis tentang orang lain dibandingkan nulis tentang diri sendiri. Ini aja aku ngerasa gimana gitu nulis ginian karena ngerasa siapa aku gitu nulis ginian wkwkwk. Ya udah lah ya, namanya juga mandate 30 days writing challenge, jadinya aku tulis aja. Yok mulai,

1: aku anak bungsu yang mempunyai saudara kembar. Pengukuhanku sebagai anak bungsu atas dasar saran dari dokter yang memberikan gelang pada kami berdua.

2: suku Madura asli karena bapak ibuku juga orang Madura asli yang usut punya usut berasal dari turunan yang sama pada 3 generasi di atas mereka. Orang Madura cenderung menjodohkan anaknya dengan orang yang secara geografis berdekatan. Aku merasa amaze aja sama temen-temen kuliah dulu yang kalau kenalan sebagian besar bilang, ibuku berasal dari daerah X sedangkan bapakku Y, sedangkan aku darah murni hehe.

3: badminton both lover and player. Kesukaanku pada badminton dimulai sejak nonton pertandingan badminton di TV. Aku dulu sering nonton badminton di TV. Awalnya sok sokan ngerti komen yang dilontarkan pamanku, lantas benar-benar mengerti peraturannya setelah sedikit demi sedikit dijelasin. Mulai aktif main badminton sejak kerja di Bekasi tiap minggu, berlanjut hingga kuliah di Bandung.

4: food hunter. Suka banget makan tapi nggak mau gemuk wkwkwk. Aku suka coba-coba makanan baru baik secara langsung maupun lewat aplikasi gofood atau grabfood. Tak jarang zonk di beberapa uji coba tapi menurutku nggak papa karena itu juga bagian dari pembelajaran. Aku selalu beralasan, seenggaknya pengalaman zonk beli makanan ini bisa aku bagikan ke orang-orang di sekitarku agar tak mengalami ke­-zonk-ngan yang sama wkwwk.

5: suka nulis. Bisa dibilang iya sih karena menurutku menulis itu jadi media untukku bercerita karena aku cenderung pendengar yang baik. Setiap terlibat dalam sebuah hubungan persahabatan, aku selalu mengambil peran sebegai pendengar dan jarang sebagai pemberi cerita. Menjadi pendengar membuatku kaya akan pengalaman tapa perlu mengalami. Nah sebagai gantinya, aku pilih media tulisan untuk menuliskan apa yang aku pikirkan dan yang ingin aku ceritakan.

6: Drama korea Lover. Aku suka banget drama apalagi drama korea karena dari sana aku banyak belajar kisah romantis yang jalan ceritanya mainstream tapi dieksekusi dengan sangat apik dan antimainstream. Aku berkali kali bercerita kalau aku sebegitu kagumnya dengan keprofesionalan orang korea, generally ras oriental (termasuk tiongkok, jepang, hongkond, dll). Mereka itu sangat konsisten dan persisten dalam mengerjakan sesuatu, beda sama aku yang gampang bosan dan kurang sungguh-sungguh.

7: suka baca tapi gampang ngantuk kalau lagi buku. Kalian gini juga nggak sih? Aku gampang banget ngantuk dan parahnya lagi kalau lagi sudah tidur, aku ambil aja buku buat dibaca. Jauh lebih mujarab dari obat tidur kayaknya, baru baca selembar langsung terbang ke alam mimpi.

8: nggak suka coklat. Aku lebih memilih keju dibandingkan coklat karena rasanya lebih asin (ya iyalah). Sebenernya aku kurang suka makanan yang rasanya manis karena makanan daerahku rasanya cenderung asin pedes.

9: suka pelajaran kimia dibandingkan biologi. Latar pendidikanku sekarang mungkin akan membuat banyak orang mengira aku suka pelajaran biologi tapi percayalah aku lebih suka kimia. Makanya nilai akademikku nggak bagus-bagusa amat, tapi ya nggak jelek si, sebatas aman buat ngapa-ngapain.

10: suka becanda. Aku bukan tipe orang yang serius tapi mau kok diseriusin wkwkwk. Aku menyukai lingkungan yang penuh dengan becandaan-becandaan receh dibandingkan lingkungan yang kaku dan strick karena itu bakalan bikin aku pegel dan capek banget wkwkwk.

11: nggak suka game. Salah satu aplikasi yang umumnya diinstall di sebagian banyak orang tapi tak terinstall di HPku adalah game. Entah kenapa aku nggak suka main game karena akunya cepet bosen. Ohya, aku nggak suka main game karena aku nggak suka dimainin, sukanya diseriusin #apasih wkwkwkwk.

12: suka berteman. Aku suka banget menjalin hubungan pertemanan karena menurutku berteman itu membuat hidup jadi lebih berwarna. Teman membuat masa-masa jombloku nggak ngenes ngenes amat wkwkkwk.

13: suka ikut challenge tapi ga bisa nyelesain wkwkwk. Salah satunya challenge ini nih, kalau seandainya ini bisa sampai tulisan ke-30, artinya ini adalah challenge pertama yang bisa aku selesaikan hingga tahap akhir.

14: belum pernah pacaran. Harus banget ya aku tulis ini wkwkwk. Hal ini dikarenakan pacaran itu hanya untuk orang yang butuh sedangkan aku merasa tidak butuh. Aku merasa sudah baik-baik saja dengan diriku dan orang-orang di sekitarku. Selain alas an agama yang udah jelas ya.

15: pemalas di mata keluarga. Aku dianggap pemalas di keluargaku karena memang iya sih kalau lagi di rumah aku jadi berubah menjadi seorang yang malas gerak dan bersih-bersih. Padahal kalau di luar rumah aku anaknya rajin. Aku juga bingung yang mana jati diriku yang sebenarnya, yang pemalas atau yang rajin wkwkwk.

16: jago masak. Ini self-claim sih karena beberapa kali masak, masakanku nggak enak blas. Aku terlalu pede dengan satu hal yang aku percaya bahwa setiap orang pasti bisa masak asal mau belajar dan nggak males. Aku yakin masa itu akan datang dimana aku akan rajin dan nggak males wkwkwk.

17: jago ngupas batok kelapa. Ini adalah keahlianku yang membuatku bangga bukan main wkwkwk. Kalian pernah nggak sih ngupas batok kelapa yang keras itu tanpa membuat kelapanya pecah? Nggak bisa kan? Aku yakin orang yang bisa ngupas batok kelapa tanpa membuat kelapa pecah hanya 1 dari 5 orang perempuan yang bisa melakukannya dan hebatnya aku salah satu di antara satu orang itu wkwkwk.

18: suka pake tas ransel. Aku sukaaaa banget pake tas ransel soalnya lebih seimbang di bahu, muat banyak barang, dan nggak rempong. Aku kan suka bawa barang banyak jadinya tas ransel adalah jawabannya. Aku suka heran dan kagum aja sama orang yang kalau keluar bawaannya cuma dikit dan tasnya kecil, tas selempang yang cantik dan cute gitu. Soalnya aku nggak bisa karena kurang gede dan nggak muat barang banyak.

19: Sekalinya nyaman sama satu barang susah berpaling. Nah aku tuh tipe yang konsisten alias setia sama satu barang. Ini konteksnya di barang yang aku pakai ya. Entah ini karena aku masih sobat miss queen kali ya, jadinya punya barang tuh cenderung terbatas karena pusing banget kalau punya banyak. Kagum banget sama orang yang bisa mix and match ootd gitu soalnya aku cenderung itu-itu aja pakaiannya. Aku belum merasa memadu madankan outfit itu adalah hal yang perlu wkwkw.

20: tidak pelit. Aku sangat terganggu dengan orang yang sangat perhitungan masalah duit, nah ini berdampak padaku yang juga tak ingin membuat orang lain terganggu. Makanya aku nggak mau jadi orang yang sangat perhitungan terhadap uang alias pelit. Nggak pelit bukan berarti hambur ya. Jadi, kalau menyangkut uang aku nggak banyak mikir gitu lho karena pusing dan ujung-ujungnya abis juga duitnya ya ngapain juga dihitung dan dipikirn lama-lama. Oya, aku sangat strick masalah akad di awal tentang uang ini, kalau akadnya pinjem ya harus dibalikin, kalau akadnya ngasih ya nggak usah diungkit-ungkit.

21: nggak bisa menjalin hubungan jarak jauh. Salah satu cara menjaga sebuah hubungan adalah komunikasi dan menurutku komunikasi dengan kehadiran fisik jauh lebih efektif dibandingkan virtual.

22: nggak suka pake celana karena bikin gemuk wkwk. Selain itu, menurutku pakai celana itu membatasi ruang gerakku (bagiku ini ya).

23: nggak punya akun instagram (ig) pribadi. Entah mengapa merasa lebih tenang ketika menghapus akun ig pribadi karena ig memberikan terlalu banyak informasi pribadi orang lain yang terkadang sangat mempengaruhi moodku. Kadang memberikan semangat dan tak jarang menghilangkan semangat. Perubahan mood yang sangat fluktuatif ini membuatku memutuskan untuk menghapus akun ig dan sepertinya ini adalah kaputusan yang sangat tepat.

24: sering telat. Nah ini nih, aku masih belum bisa on time dalam berbagai keadaan. Aku terlalu santai melihat jam dan selalu merasa masih banyak waktu tersisa. Akan tersadar ketika sudah mepet dan itu nyiksa bangat karena harus grasa grusu, pontang panting ngejar waktu biar nggak telat.

25: kadar maskulinitas tinggi. Ini pendapat orang-orang di sekitarku sih, katanya kadar maskulinitas dalam diriku relative tinggi dibandingkan perempuan pada umumnya. Hal ini tercermin dari perilakuku yang cenderung cuek, nggak detail, nggak mau ribet, dan selow. Entah itu benar atau nggak sampe perlu banget aku tulis di sini wkwkwk.

26: selalu penasaran bagaimana orang keren bisa keren. Jujur aku selalu penasaran, perjalanan hidup seperti apa yang orang-orang keren itu lewati hingga menjadi orang sukses dan berkarakter. Aku berkaca pada diri kayaknya masih gini-gini aja dari dulu, belum ada perubahan keren yang signifikan wkwkwk.

27: baru menyadari kalau bioteknologi sekeren itu. Dulu milih biotek karena nggak mau lagi belajar ilmu dasar sejenis biokimia tetapi pas dijalani kok ya makin detail. Belum tergambar career path seperti apa yang bisa dijalani di bidang ini tetapi ternyata sangat luas saudara-saudara. Dulu dulu belum terbayang karena memang di Indonesia belum terlihat jelas dan belum menjanjikan karir dengan background biotek. Tetapi setelah adanya pandemi COVID-19 ini, bahasan tentang basic science menjadi hal yang sangat lumrah dimana mana dan membuat pengetahuan di bidang biotek menjadi hal yang sangat membantu. Merasa seneng aja menjadi bagian dari bidang yang perkembangannya sangat pesat dan nyata sekarang dan di masa yang akan datang.

28: merasa telat dalam dunia karir. Aku ngerasanya gitu sih soalnya teman-teman seangkatanku tuh udah pada kemana dalam karir professional mereka sedangkan aku masih gini-gini aja. Bukan berarti aku merasa inferior, nggak, nggak sama sekali. Hanya merasa, ‘oh aku kayaknya telat ya meniti karir wkwkwk’. Tapi aku sadar kok, karir itu bukan masalah perlombaan siapa yang dulu-duluan mencapai puncak karir tetapi siapa yang bisa mengambil pelajaran dan menjadi lebhih di setiap tahapan kehidupan yang dijalani.

29: open minded. Aku merasa cukup open minded untuk hal-hal yang menurut orang lain masih tabu. Aku dulu juga termasuk orang yang kaku sih, merasa terganggu dengan opini orang yangt tak sejalan dengan opini yang selama ini aku yakini. Sekarang aku mulai memperkaya sudut pandangku, sehingga nggak kaku-kaku amat ketika nyemplung di circle yang heterogen. Caranya? Aku banyak nonton youtube atau dengerin podcast orang-orang dari golongan kanan, kiri, depan, belakang, atas, dan bawah. Biar sudut sudut pandangnya jadi kaya dan nggak kayak katak dalam tempurung. Memperkaya perspektif ini juga menghindarkanku dari perbuatan gampang nge-judge seseorang atau suatu kejadian.

30: the last but not least, aku sangat mencintai diri sendiri (I love my self so much). Ini penting banget lho untuk mengarungi hidup yang tak mudah ini dengan berbagai halangan, rintangan, membentang, yang jadi halangan dan jadi beban pikiran. Love myself yang membuatku tetap waras di tengah banyak beban mental dan moral yang membelenggu #asyiaaap.

                Itu aja kali ya, ini jujur panjang banget lho. Bekali-kali bengong buat nyari apa lagi yak wkwkwk. Ini detail banget sih, udah kayak mau taarufan hahaha. Nulis ini bikin lega sih dan malah bikin jadi lebih mengenal diri sendiri soalnya kan kita jadi mencari-cari dan menggali-gali tuh kayak apa kita sebenarnya. Berarti beneran efektif ya terapi menggunakan tulisan tu, aku udah buktiin, sekarang giliran kamu. Kamu… kamu… iya KAMU.

Klik

Melanjutkan tema hari ketujuhbelas mengenai topik yang rasanya sangat privasi tapi karena udah kadung janji, baiklah akan ku tulis malam ini mengenai ways to win my heart. Layaknya banyak jalan menuju roma, begitu pula banyak jalan untuk win my heart. Di antara sekian banyak jalan tersebut hanya satu kata yang bisa mewakilinya yaitu klik. Klik merupakan kosa kata yang pas untuk mewakili sekian banyak kriteria yang berseliweran di kepalaku mengenai seseorang yang bisa win my heart. Percaya deh semua kriteria yang kita udah susun rapih nih bakalan langsung buyar ambyar kalau kita udah ketemu sama orang yang klik.

Sebenernya aku belum mumpuni untuk menjabarkan makna dari klik ini karena hingga saat ini aku pun belum ketemu sama orang yang klik. Beropini boleh lah ya, blog aku ini wkwkwk. Rasa klik dirasakan ketika kita bisa dengan bebas menceritakan siapa diri kita dengan nyaman kepada seseorang tanpa perlu lagi memakai topeng agar membuat orang tersebut terkesan. Bukan hal yang mudah menceritakan siapa diri kita. Jangankan kepada orang lain, kepada diri sendiri pun kita masih sering tak jujur dan sangat nyaman memakai topeng hanya untuk menyembunyikan siapa diri kita yang sebenarnya. Oleh karena itu, bukanlah hal yang mudah menemukan seseorang yang klik, karena menemukannya sama saja dengan menemukan separuh aku yang hilang hingga bisa sempurna menjadi kita.

Apa aku terlalu kompleks memaknai klik ini? Terkadang terbesit juga sih pemikiran semacam itu. Tapi, aku yakin kok ada yang sependapat denganku mengenai ini. Dan aku harap itu kamu, kamu… iya KAMU. Wkwkwk.

Someone I Miss?

Ngelanjutin tema hari keenambelas mengenai someone I miss. Masalahnya sekarang nih lagi nggak merindukan siapa pun. Jadi bingung mau cerita perihal apa. Bener banget emang masa-masa paling produktif bagi seorang penulis adalah ketika jatuh cinta dan patah hati, aku sedang tidak mengalami keduanya. Entah harus bersyukur atau bersedih karena dapat merasakan salah satu di antara keduanya terkadang membuat dunia menjadi lebih berwarna. Sekarang duniaku sedang baik-baik saja, berwarna juga tapi dengan vibe yang berbeda. Lebih diwarnai karena peran logika bukan rasa. Aku memandang sesuatu yang terjadi di sekitarku sekarang dengan lebih realistis dan logis serta minim interupsi perasaan. Temanku merasa sangat iri dengan kondisiku sekarang karena menurut dia menjalani hidup dengan meminimalkan rasa membuat hidup jauh dari drama. Kebetulan hidupnya sekarang sedang dikuasai drama cinta yang menurutku lucu juga. Tiap orang kan punya masanya sendiri dalam hidupnya, terkadang ada kondisi dimana porsi logika lebih banyak, kadang rasa yang lebih dominan dan kebetulan aku sedang di masa dikuasai logika wkwkwk.

              Apa flashback aja kali ya biar nih tulisan agak panjang dikit, kembali ke masa dimana aku pernah merindukan seseorang. Tapi males ah, orangnya udah punya keluarga wkwkwk. Apa cerita tentang keluarga? Aku lagi jauh sih dari keluarga secara geografis tapi deket secara psikis karena hampir tiap hari video call. Teknologi kan mendekatkan yang jauh dan mengintimkan yang dekat wkwkwk (adaptasi dari teknologi mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat).

              Sebenarnya kalau merindukan spesifik ‘seseorang’, aku nggak ada sih sekarang. Rindu mungkin lebih ke momennya. Banyak momen yang kurindukan tapi ya sebatas gitu aja nggak sampe kepengen banget balik ke masa itu. Aku mulai khawatir nih sama diriku sendiri yang mulai skeptis akan hal-hal berbau rasa, kenapa jadi kayak gini dah wkwkwk. Minimnya rasa ngebuat aku jadi penulis bernafas pendek, jadi nulisnya nggak bisa panjang. Padahal kemarin-kemarin gampang banget tuh nulis panjang kali lebar kali tinggi hahaha #apasih. Udah gitu aja kali ya, makin nggak jelas arah dan tujuan tulisan ini. Semoga bisa kembali menyeimbangkan antara rasa dan logika biar jadi enakeun nulisnya. Atau aku beralih aja, nulis sesuatu yang rada-rada ilmiah gitu, hm… sepertinya menarik. Mari kita coba di lain kesempatan. Selamat malam, semoga mimpi indah.

Kemana ya?

Yeay… Akhirnya megang laptop kesayanganku lagi setelah beberapa hari dianggurin. Kangen banget ngetik di keyboard laptop ini yang menurutku nyaman banget. Tuh kan repot kalau udah nyaman mah… wkwkwkwk. Malam ini niatnya mau nulis seenggaknya satu tulisan aja biar blognya nggak sepi-sepi amat. Soalnya tadi aku abis wawancara terus aku dengan bangganya memproklamirkan diri ‘I am an active blogger’, padahal kan udah lama banget vacuum nggak nulis. Jadinya sebagai sedikit pembuktian kalau aku memang an active blogger, aku mulai deh nulis tulisan ini. Tulisan ini mau aku masukin ke menu 30 days writing challenge. Iya betul sekali, ini adalah salah satu dari sekian banyak challenge yang tak mampu aku selesaikan hingga akhir. Sesulit itu membangun komitmen untuk konsisten dalam suatu challenge bagiku. Makanya sesulit itu pula membangun komitmen sama kamu tu, aku takut nggak bisa konsiten alias setia #apasih wkwkwk. Aku mau nyelesain challenge ini hingga tulisan ke-30 tetapi nggak harus maksain diri untuk tiap hari nulis, sesenggang dan sesukaku aja.

              Nah, tema hari kelimabelas mengenai if you could run away, where would you go? Pas baca teman ini hal pertama yang terlintas adalah kemana ya? Asa nggak pernah punya pemikiran buat kabur seumur umur. Anak rumahan soalnya wkwkwk. Entah kenapa dari dulu merasa betah dengan kondisi hidup yang dijalani. Pernah berkali-kali merasa berada di titik terendah dalam hidup tapi ya lagi-lagi nggak pernah ada keinginan buat kabur dari titik tersebut.

              Prinsip untuk tetap bertahan dalam suatu keadaan meski tak menguntungkan ini banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua sih terutama ibu. Ibuku adalah sosok yang menurutku sangat kuat dan sosok yang selalu mengucap syukur meski kadang hidup tak mujur. Menurut beliau, bersyukur tidak hanya diucapkan ketika mendapatkan kemujuran tetapi harus di setiap kedaan. Mengucap syukur ketika mujur ya memang sudah seharusnya tetapi mengucap syukur ketika berada dalam kesempitan adalah sebuah pencapaian yang tak semua orang bisa lakukan. Oleh karena itu, kabur (run away) tak pernah menjadi pilihan bagi beliau karena penggantinya adalah syukur. Ibuku tak berpendidikan tinggi tetapi cara beliau memahami hidup sungguh sangat perlu diteladani. Aku jadi mengerti kenapa aku disekolahkan tinggi karena Allah tahu bahwa aku tak sepeka itu untuk mengambil pelajaran dari kehidupan yang ku jalani. Jadi, sekolah adalah jalan yang dipilihkan agar aku bisa sedikit mengerti tentang kehidupan. Mulai jenuh dengan kehidupan yang dijalani dan ingin kabur? Mungkin kamu bukan ingin kabur tapi hanya kurang syukur. Kabur pun, kemana ya? Wkwkwk.

Bertetangga

Tetangga merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang bisa dijadikan parameter suksesnya seseorang mengarungi kehidupan dunianya, bahkan bisa menjadi salah satu pemberat timbangan akhirat entah itu menjadi pahala atau malah menjadi pemberat dosa. Pembahasan tentang tetangga ini menjadi hal yang sangat krusial dalam agama islam hingga dimasukkan ke dalam bab adab, adab bertetangga. Sepenting apakah tetangga, bertetangga, dan adab bertetangga? Coba baca hadist di bawah ini, maka seketika kau akan mengerti bahwa kedudukan seorang tetangga bukanlah hal yang main-main di hidup ini. Rasulullah SAW pernah bersabda,

مَازَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنًّهُ سَيُوَرِّثُهٌ

“Tak henti-hentinya malaikat Jibril berpesan kepadaku tentang persoalan (berbuat baik kepada) tetangga, sampai–sampai aku menyangka ia akan memberikan hak waris kepada tetangga” (HR.Mutafaqun ‘alaih).

              Jika berbuat baik kepada tetangga menjadi hal yang sangat ditekankan maka sudah terbayang dong sebesar apa dosa yang akan diberikan kepada manusia yang dengan sengaja dan secara sadar berbuat dzalim kepada tetangganya. Aku di sini akan bercerita mengenai kedzaliman yang dilakukan seorang tetanggaku kepada tetanggaku yang lain dengan tujuan agar yang membaca tulisan ini bisa mengambil hikmah dari kisah yang baru saja aku alami. Tak ada maksud untuk menyebar dan membuka aib tetanggaku tetapi tanpa aku sebar pun mereka dengan senang hati membuka aib mereka sendiri, naudzubillah.

              Ketika kecil dulu aku tinggal di sebuah perkampungan yang lokasinya cukup padat, antara rumah yang satu dengan yang lain sangat berdekatan. Bahkan satu halaman bisa menjadi halaman juga bagi beberapa rumah lainnya. Halaman rumahku yang cukup luas juga menjadi halaman bagi dua tetanggaku yang lain. Tak ada pagar ataupun sekat tembok sehingga kehidupan bertetangga begitu dekatnya hingga terasa seperti saudara. Benar apa kata orang tua dahulu, ‘tetangga dekat lebih baik daripada saudara yang jauh’. Maka tak heran ketika ku menonton drama reply 1988, rasanya seperti melihat masa kecilku dulu yang hubungan bertetangganya sungguh dekat dan hangat.

              Sayangnya, aku sekeluarga harus pindah ke rumah baru yang sengaja dibangun oleh bapakku karena rumah yang awal itu adalah rumah kakek nenekku. Keputusan pindah ini awalnya sangat menyedihkan yang lantas menjadi hal yang sangat ku syukuri karena seiring bertambahnya usia baru ku sadari bahwa tetangga-tetanggaku yang dulu tak semuanya baik. Aku dulu hanyalah bocah naif yang kurang peka akan lingkungan sekitar dan salah kaprah karena menganggap semua orang baik. Jarak rumahku yang baru cukup dekat dari rumah yang awal tetapi lokasinya memang terpisah dari kumpulan rumah yang sebelumnya. Rumahku di pinggir jalan dan tetangganya pun tak begitu dekat karena dipisahkan oleh pagar yang dibangun hampir di setiap rumah. Aku yang anak rumahan merasa sangat diuntungkan karena males aja keluyuran ke tetangga wkwkwk. Aku mikirnya, jika memang tak bisa berbuat baik seenggaknya aku diem aja biar nggak berbuat buruk hahaha #apasih.

              Minggu kemarin aku menyambangi bekas rumahku yang dulu karena anak ‘tetangga rasa saudara’ yang sangat baik hubungannya dengan keluargaku akan melangsungkan pernikahan. Pernikahan khas desa yang semuanya dikerjakan dan dibikin sendiri sehingga keterlibatan tatangga menjadi hal yang sangat penting. Istilah jawanya itu ‘rewangan atau ngerewang’. Aku mengerjakan hal-hal yang bisa ku kerjakan, mulai dari ngupas batok kelapa, ngelipet kotak kue, ngupas, motong kue untuk para undangan, dan pekerjaan remeh lainnya. Keahlian yang membuatku mendapatkan banyak pujian adalah ngupas kelapa dari batok kelapa, banyak yang terkaget kaget dan terheran-heran karena aku bisa dengan mudahnya mengupas batok kelapa yang keras itu dengan kelapa yang tetap bulat. Nggak nyangka aja katanya karena nggak kewajahan aja, dari wajahnya kayak nggak bisa kerja kasar wkwkwk. Makanya jangan suka nge-judge a book from its cover hahaha.

              Usut punya usut ternyata tetanggaku yang baik ini (sebut saja A) tidak disukai oleh tetangga di sekitar rumahnya. Padahal salah satu tetangga di dekat rumah A adalah saudaranya sendiri. Hubungan yang tidak baik ini dilatarbelakangi permasalahan sengketa tanah, which is ini adalah permasalahan lumrah yang banyak terjadi di daerahku. Rusak hubungan persaudaraan karena tanah warisan, eh apa di daerah lain juga yak? Wkwkwk. Fyi, alasan lain yang membuatku mensyukuri kepindahanku adalah karena tetangga-tetanggaku (selain A) orangnya pada usil dan dzalim. Mereka suka melakukan hal yang sangat di luar nalar orang normal, menunjukkan dengan terang-terangan ketika tidak suka dengan pencapaian yang dimiliki tetangganya yang lain. Kedzaliman mereka sangat tempak ketika si A mengadakan hajatan dan apa yang mereka lakukan sungguh keterlaluan dan nggak bakalan dilakukan oleh orang normal yang menggunakan akal dan pikiran.

              H-2 menuju hajatan pernikahan, kesibukan di rumah A mulai terlihat dan tampak nyata. Terpantau dari mulai banyaknya orang-orang yang mondar mandir ke sana kemari, mulai dari memasak hingga memasang tenda hajatan. Rumah tetangga terdekat dari A justru merupakan tetangga yang menaruh rasa iri dengki pada si A sehingga mereka tidak ada yang hadir untuk ikut ‘ngerewang’ membantu hajatan si A. Padahal si A sudah menyambangi rumah mereka untuk mengundang tapi mereka tak berkenan untuk datang. Tak masalah jika tak ingin membantu tapi yang mereka lakukan tidak cukup sampai di situ. Mereka berkomplot menghidupkan speaker yang sangat keras hingga mengalahkan speaker yang ada di rumah si A. Orang-orang yang tak tau akan mengira tetangga si A lah yang sedang hajatan karena suara speaker hajatannya sangat keras. Bahkan si A memutuskan untuk mematikan speaker sound system yang ada di rumahnya karena merasa cukup dengan suara speaker yang dinyalakan tetangganya. Mereka menghidupkan speaker tersebut bahkan hingga jam 2.00 dini hari. Aku yang berada di sana merasa kesal bukan main dan merasa harga diri si A diinjak habis-habisan. Aku ingin sekali mengambil pisau atau gunting untuk memotong kabel sound system mereka karena ini sungguh tak bisa dibenarkan.

              Malam harinya kakakku dan aku mengobrol dengan si A yang sudah kami anggap paman sendiri, menyampaikan kekesalan dan keresahan yang kami rasakan akan perbuatan para tetangga yang dzalim itu. Percakapan kami mulai dengan pertanyaan, kira-kira ada masalah apa antara si A dan para tetangga dzalim hingga mereka menunjukkan kedzaliman mereka begitu terang-terangan. Si A malah bingung juga karena sebelumnya tak ada konflik yang terjadi tetapi memang hubungan mereka tak terlalu harmonis. Usut punya usut ternyata si A hanya punya konflik dengan tetangga yang masih saudaranya perihal tanah warisan yang tadi aku ceritakan, tetapi tetangga yang lain malah ikut-ikutan yang mana itu nggak ada hubungannya sama mereka. Para tetangga yang ikut-ikutan ini memang terkenal nggak jelas dan senang sekali membuat huru hara dan mendukung hal-hal yang bersifat keburukan.

              Ada pernyataan A yang membuatku seketika tertampar dan malu bukan main karena sempat ingin membalas keburukan dengan keburukan pula. Katanya begini,

“nggak habis fikir saya sama mereka ini, nggak masalah kalau benci banget sama saya, sama sekali nggak masalah.Tapi kok ya mereka nggak malu setidaknya sama diri mereka sendiri karena melakukan kedzaliman dengan begitu terang-terangan. Apa nggak malu sama DIRI MEREKA SENDIRI” ucapnya sangat bijak.

              Aku yang mendengarnya terkesiap dan tertegun untuk sesaat, darimana kiranya rasa sabar seperti itu beliau dapatkan. Usia memang tak pernah bohong, aku merasa masih sangat jauh dari rasa sabar. Rasanya pengen meledak-ledak aja kalau melihat kedzaliman. Entah perjalanan hidup seperti apa yang telah beliau lalui hingga bisa sesabar itu.

              Ketika hari H hajatan, mereka makin menjadi-jadi. Memutar speaker sound system dengan sangat keras dan memutar lagu dangdut. Bahkan ketika acara hajatan dimulai dan pembacaan ayat al-Quran dilantunkan, malah bersamaan dengan lagu dangdut yang dinyanyikan biduan. Semua orang yang ada di lokasi hajatan hanya bisa geleng-geleng kepala dan tak habis fikir dengan perbuatan mereka. Padahal Allah menutup aib mereka tetapi mereka malah dengan bangganya membuka aib mereka sendiri. Ya Allah jauhkanlah hamba dari tetangga iri, dengki, dan dzalim macam ini. Tak lupa pula jauhkan hamba dari mempunya sifat yang demikian karena bisa jadi hamba dijauhkan dari tetangga tetangga iri, dengki, dan dzalim macam ini karena hambalah yang menjadi pelakunya #naudzubillah.

              Hidup bertetangga menjadi hal yang bisa mengantarkan kita ke surga atau neraka tergantung perilaku yang kita lakukan di dunia ketika berhubungan dengan para tetangga kita. Bertetangga dengan orang baik merupakan sebuah rezeki yang perlu diyukuri karena tak semua orang mendapatkannya. Aku selalu membayangkan mempunyai tetangga seperti teman-temanku di kosan rambutan karena mereka sungguh baik, sholehah, dan begitu pengertian. Setelah berpisah dengan mereka aku baru menyadari bertemu dan sempat tinggal dengan mereka adalah sebuah rezeki yang sangat perlu sekali disyukuri. Mari bersama-sama introspeksi diri dan senantiasa menuju perbaikan diri agar bisa berbuat baik pada orang lain terutama tetangga kita sendiri.

My Style?

Tema hari keempatbelas yang ku tulis pada hari kedelapanbelas mengenai describe your style. Udah kacau banget sih jadwal nulisnya, berasa padet banget dan sibuk aja gitu, padahal aslinya mah ‘sibuk nggak ngapa-ngapain’ wkwkwkwk. Deskripsikan gaya di sini aku mikirnya lebih ke cara berpakaian, Iya nggak sih? Aku sih nangkepnya gitu. Hm… my style dari dulu tuh nggak pernah up to date karena memang orangnya nggak suka ngikutin gaya yang lagi in (hits) di masa itu. Ada beberapa alasan kenapa nggak ikutan gaya yang lagi in, pertama nggak rela aja investasi di barang-barang yang sebenarnya menyenangkan mata orang sedangkan akunya biasa aja. Kedua, terkadang style yang lagi in kebanyakan nggak cocok di badan aku. Ketiga, aku pemalasnya bukan main apalagi di bidang yang emang aku nggak passion, jadi ngapain maksain diri. Terkadang kagum aja sih sama orang-orang yang bisa mix and match gaya dengan begitu elegannya karena aku tau itu semua butuh effort yang nggak sedikit, mulai dari biaya, tenaga, hingga waktu tentunya. Ketidak tertarikanku pada gaya terkini dikarenakan aku tidak terlalu menaruh perhatian pada hal-hal mendetail. Contoh kecilnya, mengecat kuku pake kutek, ini hal yang lumrah dilakukan oleh para perempuan yang sangat detail memperhatikan penampilan. Sedangkan aku? Belum menemukan alasan kuat kenapa aku harus melakukannya wkwkwk.

            Gaya berpakaianku ya biasa aja, ya nggak gembel-gembel amat juga. Aku juga sesekali membeli baju yang cukup mengeluarkan budget untuk orang dengan dompet seadanya sepertiku. Bagiku udah cukup mahal tapi mungkin murah bagi orang lain. Jenis pakaian yang sudah tak aku sentuh lagi sejak lulus SMA adalah celana jeans karena ngerasa kurang nyaman aja pas makenya, berasa press badan banget. Aku suka baju yang longgar karena ngerasa sesak aja kalau baju yang pas badan banget. Sudah memakai gamis sejak lulus SMA karena masuk IPB (Institut Pesantren Bogor) wkwkwk #candasayang. Suka aja pake gamis soalnya nyucinya cuma satu potong aja. Nggak terlalu suka pake celana karena berasa gemuk wkwkwk. Jadinya kemana mana pake rok, bahkan ketika main badminton hahaha. Tapi sekarang udah pake celana sih soalnya pake kaosnya dua lapis, satu panjang sampe lutut dan satunya agak pendek.

Dari dulu emang agak pemilih soal baju jadinya suka luaaaammaaaa banget kalau beli baju. Hal ini juga berdampak pada bajuku yang tak terlalu banyak. Baru menemukan style kerudung yang enakeun ketika bikin brand kerudung sendiri, namanya Honje (ig: @honje_id). Brand gamis yang paling disuka karena ukurannya pas banget di badan adalah zizara (ig: @zizara_). Berasa zizara tuh emang spesial dibuat untukku wkwkwk. Tujuan naruh ini di sini biar orang kalau mau ngasih kado nggak bingung, jadinya zizara aja ukuran M, wkwkwk #candasayang. Udah gitu aja sih soalnya emang nggak terlalu banyak yang bisa diceritain mengenai my style yang memang biasa aja.